Friday, 19 June 2015

Makalah Mujahadah an-Nafs

BAB I
PENDAHUAN

A.       Latar Belakang
        Islam Agama Rahmat bagi Seluruh Alam Kata islam berarti damai, selamat, sejahtera, penyerahan diri, taat dan patuh. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa agama islam adalah agama yang mengandung ajaran untuk menciptakan kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan hidup umat manusia pada khususnya dan seluruh alam pada umumnya. Agama islam adalah agama yang Allah turunkan sejak manusia pertama, Nabi pertama, yaitu Nabi Adam AS. Agama itu kemudian Allah turunkan secara berkesinambungan kepada para Nabi dan Rasul-rasul berikutnya.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari beragam agama. Kemajemukan yang ditandai dengan keanekaragaman agama itu mempunyai kecenderungan kuat terhadap identitas agama masing- masing dan berpotensi konflik. Indonesia merupakan salah satu contoh masyarakat yang multikultural. Multikultural masyarakat Indonesia tidak sauja kerena keanekaragaman suku, budaya,bahasa, ras tapi juga dalam hal agama. Agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia adalah agama islam, Katolik, protestan, Hindu, Budha, Kong Hu Chu. Dari agama-agama tersebut terjadilah perbedaan agama yang dianut masing-masing masyarakat Indonesia. Dengan perbedaan tersebut apabila tidak terpelihara dengan baik bisa menimbulkan konflik antar umat beragama yang bertentangan dengan nilai dasar agama itu sendiri yang mengajarkan kepada kita kedamaian, hidup saling menghormati, dan saling tolong menolong.
Oleh karena itu, untuk mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama yang sejati, harus tercipta satu konsep hidup bernegara yang mengikat semua anggota kelompok sosial yang berbeda agama guna menghindari ”ledakan konflik antarumat beragama yang terjadi tiba-tiba”.
Makalah ini akan membahas tentang  Mujahadah Nafs tentang kontrol diri yang perlu dimiliki setiap umat muslim.



B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian  Muzahadah Nafs?
2.      Apa Perilaku yang Mencerminkan Sikap Mujahadah an-Nafs?
3.      Hikmah atau Manfaat dari Sikap Mujahadah an-Nafs?
4.      Apa Hikmah atau Manfaat dari Sikap Mujahadah an-Nafs?

      C.    Tujuan
      Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah
1.      Untuk memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
2.      Menambah pengetahuan tentang akhlaqul karimah yaitu Mujahadah
3.      Dapat menerapkan Mujahadah dalam kehidupan sehari-hari
4.      Menjadi pribadi yang lebih Islami






















 BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian
Mujahadah an-Nafs berasal dari bahasa Arab yang terdiri atas dua kata, yakni mujahadah yang artinya kesungguhan dalam mengendalikan sesuatu dan an-Nafs yang artinya diri pribadi. Jadi, mujahadah an-Nafs adalah kesungguhan dalam mengendalikan diri pribadi atau sikap kontrol diri.
Sikap kontrol diri atau mujahadah an-Nafs adalah satu sikap yang diajarkan Islam agar manusia mampu menjadi pribadi yang tidak selalu mengedepankan hawa nafsu dan emosinya dalam menjalani kehidupan. Akan tetapi, mampu mengendalikan emosi dan hawa nafsunya dengan selalu mengedepankan kejernihan hati dan pikiran serta perilaku mulia yang dapat meninggikan derajatnya di hadapan Allah swt.

Rasulullah saw. Bersabda yang artinya :
“Orang yang cerdas adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati”
(H.R. Tarmidzi: 2383)
Diantara tanda kecintaan seorang hamba kepada Allah swt., yaitu dia yang mengutamakan perkara yang disukai-Nya daripada mengutamakan kehendak nafsu pribadinya. Orang-orang yang sanggup melawan hawa nafsu adalah mereka yang beriman kepada Allah swt. dan hari akhir, inilah kekuatan yang ada dalam diri umat Islam.

Rasulullah saw. Bersabda yang artinya :
“Dan saya juga mendengar Rasulullah saw. Bersabda, “Mujahid adalah orang yang berjihad terhadap jiwanya”
(H.R. Ahmad)
Perang melawan hawa nafsu merupakan jihad akbar, yang nilainya lebih utama dibanding jihad memerangi orang-orang kafir, yang sering disebut jihad kecil (al jihad al asghar) oleh Rasulullah saw.



Rasulullah saw. Bersabda yang artinya :
“Nabi Muhammad saw. Bersabda: Telah kembalilah kita dari sebuah perlawanan yang kecil (perang Badar dengan orang Kaum Kafir Quraisy waktu itu), menuju peperangan yang agung, bertanyalah para sahabat: Ya Rasulullah, apa yang engkau maksudkan peperangan yang besar? Rasul menjawab: Perang melawan hawa nafsu”

B.      Perilaku yang Mencerminkan Sikap Mujahadah an-Nafs
a.      Berpikir positif
Selalu berpikir positif dalam segala hal, tidak pernah mempunyai prasangka buruk terhadap apa pun dan siapa pun, tidak memiliki perasaan untuk merendahkan, atau bahkan menghina siapa pun yang ditemuinya. Ketika seseorang memiliki perilaku berpikir positif, dia akan selalu mempertimbangkan setiap ucapan dan perilakunya untuk memberikan manfaat kepada orang lain.

Rasulullah saw. Bersabda yang artinya :
“Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a. bahwasanya Nabi Muhammad saw. Bersabda, “Demi Zat (Allah) yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, tidaklah beriman seorang hamba dengan sempurna sehingga dia mencintai tetangganya atau saudaranya seperti halnya mereka mencintai dirinya sendiri”
(H.R. Muslim: 65)
b.    Bekerja keras, tuntas, dan ikhlas
c.   Optimis dalam segala hal
Sikap optimis artinya keyakinan yang kuat bahwa kesungguhan dan kerja keras yang kita lakukan akan mendapatkan petunjuk dan pertolongan dari Allah swt. dengan berbagai macam kemudahan.

         Allah swt. berfirman :
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

Artinya :
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik” (Q.S. Al-Ankabut (29): 69)

d.      Bersyukur ketika mendapat keberhasilan
e.      Bersabar ketika mendapat kegagalan
Seseorang yang memiliki sikap kontrol diri akan bersabar dan menganggap bahwa setiap kegagalan dalam usahanya adalah ujian baginya untuk meningkatkan usaha dan doanya lebih maksimal lagi di kemudian hari.


Allah swt. berfirman :
يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ

Artinya :
“Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir.” (Q.S. Yusuf (12): 87)

C.      Hikmah atau Manfaat dari Sikap Mujahadah an-Nafs
a.      Menambah ketentraman hati dan pikiran
Seseorang yang memiliki sikap kontrol diri, hatinya akan merasa tenteram dan nyaman, tidak pernah berburuk sangka terhadap siapa pun yang ditemuinya, tidak mengucapkan sesuatu yang dapat merugikan orang-orang yang ada di sekitarnya.

Rasulullah saw. Bersabda yang artinya :
“Sesungguhnya dalam tubuh (manusia) itu terdapat segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik maka baik pula seluruh tubuhya, akan tetapi apabila rusak segumpal daging itu maka rusak pulalah seluruh tubuhnya, ingatlah segumpal daging itu adalah hati.”
(H.R. Bukhari: 50 dan Muslim: 2996)

b.      Mendapatkan hasil yang memuaskan
Seseorang yang dapat mengontrol dirinya dari sifat malas dan menunda pekerjaan menggantinya dengan kerja keras, tuntas, dan ikhlas tentu akan mendapatkan hasil yang memuaskan.

Allah swt. berfirman :
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ
Artinya :
“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.” (Q.S. An-Najm (53): 39)

c.      Memiliki kepercayaan diri yang tinggi
d.      Menambah ketawakalan kepada Allah swt. dalam menyerahkan semua  urusan
D.    Dapat Melakukan Mujahadah an Nafs hanya karena hidayah Allah
Mujahadah al-nafs merupakan perbuatan yang berat. Meskipun berat Allah menjanjikan jalan keluar bagi orang beriman yang bersungguh-sungguh berjuang mengendalikan nafsunya. Sebagaimana firman Allah : : “Orang-orang yang berjihad di jalan Kami, pasti akan kami tunjukkan kepadanya jalan-jalan Kami…” (QS al-Ankabut: 69).
Imam Ibn al-Qayyim berkata: “Allah menggantungkan hidayah dengan laku jihad. Maka orang yang paling sempurna hidayah (yang diperoleh)-nya adalah dia yang paling besar laku jihadnya. Jihad yang paling fardu adalah jihad melawan nafsu, melawan syahwat, melawan syetan, melawan rayuan duniawi. Siapa yang bersungguh-sungguh dalam jihad melawan keempat hal tersebut, Allah akan menunjukkan padanya jalan ridha-Nya, yang akan mengantarkannya ke pintu surga-Nya. Sebaliknya, siapa yang meninggalkan jihad, maka ia akan sepi dari hidayah…”
Di ayat lain, Allah menjelaskan bahwa membebaskan nafsu merupakan karunia Allah, sebagaimana frimannya: “Dan aku tidak membebaskan nafs-ku, karena sesungguhnya nafs itu selalu sangat menyuruh kepada keburukan, kecuali nafs yang dirahmati Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. Yusuf/12: 53).
Kalimat yang bergaris bawah menunjukkan bahwa kita tidak akan sanggup mengendalikan diri, kecuali mendapatkan rahmat dan kasih sayang Allah

      E.  Akibat mengikuti nafsu
Para pelaku tindak kriminal di sekitar kita, seperti para koruptor, pemakai narkoba, pembunuh, misalnya, adalah orang-orang yang gagal dalam laku mujahadah diri. Sebaliknya, mereka justru menuruti segala keinginan dan syahwat diri, sehingga mereka tertawan dan diperbudak olehnya. Mereka tidak pernah menyadari tentang buah kejahatan yang akan datang menjelang, cepat atau lambat. Yang mereka pikirkan adalah bayangan semu tentang kenikmatan sesaat dan instan. Na’udzu billah, semoga kita dihindarkan cara pandang sedemikian.

F.          Hikmah mujahadah an nafs
Ada beberapa hikmah yang dapat diambil dari mujahadah an-nafs, yaitu:
a)        Dapat meminimalisasi akibat negatif dari perbuatan yang dilakukan, karena dipertimbangkan dengan matang.
b)        Berusaha berbuat yang baik dan terbaik, sebaik perbuatan itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah
c)        Tidak cepat bereaksi terhadap berbagai permasalahan yang timbul.

G.           Cara Mujahadah an nafs
Ada empat cara melakukan mujahadah an-nafs dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
1)        Bersabar atau menyisihkan waktu yang lebih lama untuk mengambil keputusan dari perbuatan yang akan dilakukan. 
Ketika seseorang atau umat Islam dihadapkan kepada banyak tantangan dan kesulitan atau berposisi minoritas, hendaklah bersabar. Sikap sabar akan membuka pikiran jernih yang menjadi pembuka ide-ide brilian yang mengambil keputusan.

2)        Memikirkan akibat dari perbuatan yang kita lakukan.
Berpikir tentang akibat perbuatan yang akan dilakukan dapat meminimalisasi hal-hal negatif dan penyesalan yang akan ditimbulkan dari perbuatan tersebut. Bukankah setiap perbuatan sebenarnya akan kembali kepada pelakunya sendiri? Allah Swt berfirman: “Jika kamu berbuat baik, maka kamu berbuat baik kepada dirimu sendiri. Jika kamu berlaku jahat, maka kamu berbuat jahat pada dirimu sendiri.” (QS Al-Isra: 7). Sebagian ulama salaf menafsirkan ayat ini dengan berkata: “Sesungguhnya amal kebaikan melahirkan cahaya di dalam kalbu, kesehatan pada badan, kecerahan pada wajah, keluasan pada rizki, serta kecintaan dari segala makhluk. Sedangkan kejahatan, sebaliknya, menciptakan kegelapan di hati, keringkihan di badan, kesuraman di wajah, kesempitan pada rizki, serta kebencian dari hati segala makhluk.”


3)        Berdzikir kepada Allah
Berdzikir merupakan cara untuk menyadarkan diri bahwa segala perbuatan kita dilihat dan dicatat oleh Allah untuk dipertanggungjawabkan di akhirat. Dengan berdzikir iman akan bertambah, membentengi godaan setan dan menjadi penyelamat dari neraka. Sebagaimana sabda Nabi saw:
 ذِكْرُ اللهِ عِلْمُ الإيمَانِ وَبَرَائِهِ مِنَ النِّفَاقِ وَحُصِنَ مِنَ الشَّيْطَانِ وَحُرِزَ مِنَ النِّيْرَانِ
Dzikirullah itu (dapat membuka) pengetahuan tentang keimanan, pembebasan dari kemuafikan, benteng dari syetan, dan penyelamat dari neraka.” (Miftah al-Shudur).
Ibnu Atha’illah al-Sakandari dalam al-Hikam-nya memberikan nasehat:
لا تترك الذكر لعدم حضورك مع الله فيه، لأن غفلتك عن وجود ذكره أشد من غفلتك في وجود ذكره
Janganlah engkau meninggalkan zikir karena engkau tidak hadir bersama Allah (tidak khusyuk), karena kelalaianmu sambil tidak berzikir itu lebih dahsyat daripada kelalaianmu sambil zikir kepada-Nya.”
4)        Berdoa kepada Allah
Doa menjadi modal spritual  ketika dalam kesulitan. Inilah yang dicontohkan Rasulullah,  ketika beliau dilempari batu dan diusir dari Thaif, justru beliau mendoakan penduduk thaif agar diberi hidayah oleh Allah.














BAB III
PENUTUP

Mujahadah artinya kesungguhan: merupakan yang sangat penting dalam unsur yang di percayai sebagai kekuatan dan mencapai cita-cita.untukk mencapai kesuksesan orang harus disiplin melaksanakan tugas yang sedang dilasanakannya.sejak awal ia harus brusaha untuk beremujahadah mencapai keseluruhan tujuan.kalau kesungguhan ini dilakukannya maka akn ditemukan hasilnya diantaranya adalah musyahabah
Demikian juga barang siapa yang tidak bersungguh-sunguh melawan hawa napsunya yang selalu mernggang dirinya dan mengajak berbuat maksiat dan mentang  kebaikan,maka tidak mungkin ia akan mendapat cahayatarikat yang dicaarinya.
Abu Qasim Al-Qusairy rahimatalla Ta’ala mengatakan barang siapa yang tidak beermujahadah sejak awal,ia tidak akan mendapat keharuman sedikitpun dari cahaya tarikat,dikatakan dari apa yang pernah di dengarnya dari Syeh Abu Ali Ad Daqaq: barang siapa dari sejak awal tidak mempuunyai pendirian yang kuat,akhirnya ia tidak mempunyai majelis musyawarah: sebagian Ulamak mengatakan hanya dengan ketekunan dan kesungguhan serta disiplin yang teratur, akan mencapai tujuan yang tinggi.
Arti mujahadah menurut bahasa adalah perang, menurut aturan syara’ memerangi nafsu amarah dan memberi beban kepadanya adalah perang melawan musuh-musuh Alloh, dan menurut istilah ahli hakikat adalah untuk melakukan sesuatu yang berat baginya yang sesuai dengan aturan syara’ (agama). Sebagian Ulama mengatakan . Mujahadah  adalah tidak menuruti kehendak nafsu dan ada lagi yang mengatakan. Mujahadah adalah menahan nafsu dari kesenangannya.









2 comments: