BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Husnuzan artinya berbaik sangka ,
lawan katanya adalah suuzan yang artinya berburuk sangka . Berbaik sangka dan
berburuk sangka merupakan bisikan jiwa , yang dapat diwujudkan melalui perilaku
yakni ucapan dan perbuatan . Perilaku Husnuzan termasuk akhlak terpuji karena
mendapatkan banyak manfaat . Sedangkan perilaku suuzan termasuk akhlak tercela,
karena akan mendapatkan kerugian .
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian husnuzan?
2. Apakah Hikmah
Husnuzan kepada Allah?
3. Apa Cara
Meningkatkan
Husnudzan?
4. Bagaimana
Husnuzan terhadap Sesama Manusia?
C. Tujuan
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah
1. Untuk
memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
2. Menambah
pengetahuan tentang akhlaqul karimah yaitu husnuzan
3. Dapat
menerapkan husnuzan dalam kehidupan sehari-hari
4. Menjadi
pribadi yang lebih Islami
BAB II
PEMBAHASAN
A. Husnuzan
Kata husnuzan berasal dari bahasa Arab yang terdiri atas
husnu dan azh-zhan. Husnu artinya bai dan azh-zhan artinya prasangka, jadi
husnuzan artinya berprasangaka baik. Lawan dari husnuzan adalah suuzan, yang
artinya berprasangaka buruk.
Orang yang husnuzan ialah orang yang selalu berfikir
positif dan tidak pernah berburuk sangka terhadap apa yang dilakukan orang
lain. Sedangkan orang yang suuzan ialah orang yang selalu berfikiran negatif
dan selalu berburuk sangka terhadap apa yang dilakukan orang lain.
1. Pengertian
Husnuzan Kepada Allah
Husnuzan terhadap Allah artinya menerima semua yang
menjadi takdir dan keputusan Allah. QS. Yunus ayat:44 yang artinya:
Sesungguhnya Allah tidak berbuat aniaya kepada manusia
sedikit pun, akan tetapi manusia itu sendiri berbuat anuaya kepada diri mereka
sendiri. (QS. Yunus: 44)
2. Sikap
Husnuzan Kepada Allah
a. Meyakini
bahwa Allah Maha Esa (tauhid)
Dijelaskan
dalam QS. Al-Baqarah :225 yang artinya:
Allah
tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksudkan (untuk
bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja
(untuk bersumpah) oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantujn
(tidak segera menyiksa orang yang berbuat dosa). (QS.
Al-Baqarah: 225)
b. Bertaqwa
kepada Allah
Dejelaskan
dalam QS. Al –Hujrat: 14 yang artinya:
Hai
mnanusia, sesunggunhnya Kami menciptakan kamu seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah adalah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengengal. (QS. Al-Hujrat:14)
c. Berserah
diri kepada Allah (tawakal)
Dijelaskan
dalam QS. Al-Baqarah:112 yang artinya:
Barang
siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka
baginya pahala pada sisi Tuhan dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Al-Baqarah:112).
d. Menerima
dengan ikhlas semua keputusan Allah
Dijelaskan
dalam QS. At-Taubah:59 yang artinya:
Jika
mereka sungguh-sungguh rida dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya
kepada mereka, dan berkata: Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan
kepada kami sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah. (Tentulah yang demikian itu
lebih baik bagi mereka). (QS. At-Taubah:59)
B. Hikmah
Husnuzan kepada Allah
Sikap husnuzan mempunyai hikmah yang besar. Berhusnuzan
kepada Allah memiliki hikmah yang banyak, diantaranya seperti berikut.
a. Selalu
optimis dalam menyongsong masa depan
Dijelaskan
dalam QS. Az-Zumar:54 yang artinya:
Katakanlah:
“Hai hamba-hamba-Ku yang emlampaui batas terhadap adiri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”.
b. Tidak
mudah putus asa
Dijelaskan
dalam QS. Yusuf:87 yang artinya:
Janganlah
kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari
rahmat Allah, kecuali kaum yang kafir.
c. Selalu
bersyukur kepada Allah
Bersyukur dapat dilakukan dengan cara mempertebal iman
dan meningkatkan takwa. Berikut diantara ciri-ciri orang bertakwa:
1) Surah
al-Baqarah ayat 2-5 yaitu mempercayai yang ghaib, menegakan salat, mengeluarkan
zakat dan sedekah, mempercayai kitab-kitab samawi, meyakini adanya hari akhir,
dan mengikuti hidayah Allah. QS. Al-Baqarah tersebut yang artinya:
(2)
Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa (3) (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, ayng mendirikan
salat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka, (4)
dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu
dan Kitab-kitab yang telah dirurunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya
(kehidupan) akhirat. (5) mereka itulah yang tetap mendapat petunguk dari Tuhan
mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.
2) Surah
Ali-Imran ayat 134-135 yaitu mampu berinfak baik dalam keadaan sulit maupun
longgar, mampu menahan marah, pemaaf, selalu berbuat baik, jika berbuat salah
sadar dan istigfar serta tidak mengulangi.
Artinya:
Orang-orang
yang menafkahkan (hartanya), baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila
menherjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan
Allah, lalu memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat
mengambuni dosa selain Allah? Dan merekan tidak meneruskan perbuatan kejinya
itu, sedangkan mereka mengetahui.
3) Surah
az-Zariyat ayat 16-20, yaitu mengambil apa saja yang diberikan Allah kepadanya,
selalu berbuat baik, di waktu malam sedikit tidurnya, istighfar di waktu sahur
(tahajud di waktu sepetiga akhir malam), selalu sedekah dan zakat, mampu
mengambil pelajaran apa yang ada di muka bumi.
Artinya:
(16) Sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka
oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang
yang berbuat baik, (17) Mereka sedikit tidur di waktu malam (18)Dan di
akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). (19) Dan pada harta-harta
mereka ada hak untuk orang moskin yang meminta dan orang miskin yang tidak
mendapat bagian. (20) Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasan Allah)
bagi orang-orang yang yakin.
4) Hadis
rasul untuk Muads bin Jabal, beliau memberi nasihat tentang takwa, yaitu
kata-kata jujur, menepati janji (termasuk mengembalikan utang), melaksanakan
amanah (tanggung jawab), menjaga tetangga (demi baiknya), sayang kepada anak
yatim, kata-katanay lemah lembut, selalu berbuat baik, berusaha mewujudkan
Sedangkan siapa yang menyangka, husnudzan kepada Allah Ta'ala
tidak disertai amal apapun, maka ia salah besar dan tidak memahami ibadah agung
ini sesuai dengan pemahaman yang benar. Sesungguhnya husnudzan tidak tegak
dengan meninggalkan kewajiban-kewajiban dan menjalankan
kemaksiatan-kemaksiatan. Maka siapa yang berperasangka baik kepada Allah
semacam itu, ia telah tertipu, berharap yang salah, berpaham murji'ah yang
tercela, serta merasa amal dari siksa Allah. Semua ini tercela dan membinasakan
dirinya sendiri.
Ibnul Qayyim berkata,
وقد تبين الفرق بين حسن الظن والغرور ، وأن حسن الظن إن حمَل على العمل وحث عليه وساعده وساق إليه : فهو صحيح ، وإن دعاإلى البطالة والانهماك في المعاصي : فهو غرور ، وحسن الظن هو الرجاء ، فمن كان رجاؤه جاذباً له على الطاعة زاجراً له عن
المعصية : فهو رجاء صحيح ، ومن كانت بطالته رجاء ورجاؤه بطالة وتفريطاً : فهو المغرور
"Telah nampak jelas perbedaan antara husnudzan dengan
ghurur (tipuan). Adapun Husnuzan, jika ia mengajak dan mendorong beramal,
membantu dan membuat rindu padanya: maka ia benar. Jika mengajak malas dan
berkubang dengan maksiat: maka ia ghurur (tipuan). Husnuzan adalah raja'
(pengharapan). Siapa yang pengharapannya mendorongnya untuk taat dan
menjauhkannya dari maksiat: maka ia pengharapan yang benar. Sedangkan siapa
yang kemalasannya adalah raja' dan meremehkan perintah: maka ia tertipu."
(Al-Jawab al-Kaafi: 24)
Syaikh Shalih al-Fauzan berkata, "Berhusnuzan kepada
Allah harus disertai dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat. Jika
tidak, ia termasuk merasa aman dari siksa Allah. Oleh sebab itu, behusnudzan
kepada Allah harus disertai melaksanakan sebab-sebab kebaikan yang jelas dan
mejauhi semua sebab yang menghantarkan kepada keburukan: Ini merupakan
pengharapan yang terpuji. Adapun husnudzan kepada Allah dengan meninggalkan
kewajiban dan menerjang keharaman: maka ia pengharapan yang tercela, itu
termasuk bentuk merasa aman dari adzab Allah." (Al-Muntaqa' min Fatawa
Al-Syaikh al-fauzan: 2/269)
C. Meningkatkan Husnudzan
Seorang muslim hendaknya
senantiasa berhusnudzan kepada Tuhan-Nya. Ini harus lebih meningkat dalam
dua keadaan:
Pertama, saat
dia menjalankan ketaatan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu
'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallambersabda: Allah Ta'ala
berfirman,
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ في نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّبِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
"Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku
akan bersamanya selama ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya maka
Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam sekumpulan
orang maka Aku akan mengingatnya dalam sekumpulan yang lebih baik dan lebih
bagus darinya. Jika ia mendekat kepada-Ku satu jengkal maka Aku akan mendekat
kepada-Nya satu hasta, jika ia mendekat kepada-Ku satu hasta maka Aku akan
mendekat kepadanya satu depa, dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan maka
Aku akan mendatanginya dengan berlari." (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan hadits di atas, husnudzan kepada Allah memiliki
hubungan kuat dengan amal shalih. Karena sesudahnya disebutkan anjuran untuk
berdzikir dan mendekatkan diri dengan amal ketaatan kepada-Nya 'Azza wa
Jalla. Maka siapa yang berprasangka baik kepada Allah pasti ia terdorong
untuk berbuat baik.
Al-Hasan al-Bashri berkata,
المؤمن أحسنَ الظنّ بربّه فأحسن العملَ ، وإنّ الفاجر أساءَ الظنّ بربّه فأساءَ العمل
"Sesungguhnya seorang mukmin selalu berhusnudzan
kepada Tuhannya lalu ia memperbagus amalnya. Dan sesungguhnya seorang pendosa
berpesangka buruk kepada Tuhannya sehingga ia berbuat yang buruk."
(Diriwayatkan Imam Ahmad dalam al-Zuhd, hal. 402)
Kemudian Ibnul Qayyim
menjelaskan, siapa yang memperhatikan persoalan ni dengan benar akan tahu,
husnudzan kepada Allah adalah baiknya amal itu sendiri. Karena seorang hamba
terdorong menjalankan amal baik karena ia berperasangka bahwa Tuhan-nya akan
memberi balasan dan pahala atas semua amal-amal baiknya, serta menerimanya.
Husnuzan-lah yang mendorongnya beramal shalih. Maka jika prasangkanya baik,
baik pula amalnya. Jika tidak, husnudzan bersamaan dengan mengikuti hawa nafsu
adalah kelemahan.
Ringkasnya, husnudzan pasti
disertai dengan menjalankan sebab-sebab menuju keselamatan. Sebaliknya, jika
menjalankan sebab-sebab kehancuran, pasti ia tidak berperasangka baik.
(Disarikan dari al-Jawab al-Kaafi: 13-15)
Abu al-Abbas al-Qurthubi rahimahullah berkata,
dikatakan, maknanya: berperasangka (yakin) dikabulkan doa saat berdoa, diterima
saat bertaubat, diampuni saat istighfar, dan berperasangka akan diterima
amal-amal saat menjalankannya sesuai dengan syarat-syaratnya; ia berpegang
teguh dengan Dzat yang janji-Nya benar dan karunia-Nya melimpah. Aku katakan,
ini dikuatkan oleh Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
ادْعُوا اللهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإجَابَةِ
"Berdoalah kepada Allah sementara kalian yakin
diijabahi." (HR. Al-Tirmidi dengan sanad shahih). Bagi orang bertaubat
dan beristighfar, juga orang yang beramal agar bersungguh-sungguh dalam
menjalankan niatan baiknya itu dengan disetai keyakinan bahwa Allah Ta'ala akan
menerima amalnya dan mengampuni dosanya. Karena Allah Subhanahu wa
Ta'ala telah berjanji akan menerima taubat yang jujur dan amal-amal
yang shalih. Seandainya ia menjalankan amal-amal tersebut dengan keyakinan atau
prasangka bahwa Allah tidak akan menerimanya dan amal-amal tersebut tak
memberikan manfaat baginya, itu namanya putus asa dari rahmat Allah. Sedangkan
berputus asa dari rahmat Allah termasuk dosa besar. Siapa meninggal di atasnya,
baginya apa yang diperasangkakannya. Adapun merasa mendapat ampunan dan rahmat
dengan mengerjakan maksiat-maksiat: itu adalah kejahilan dan tertipu. Mereka
itulah yang akan masuk dalam jeratan paham murji-ah.
Kedua, saat
tertimpa musibah dan menghadapi kematian. Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu
'Anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam bersabda tiga hari menjelang wafatnya,
لاَ يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ بِاللهِ الظَّنَّ
"Janganlah salah seorang kalian meninggal kecuali ia
berhusnuzan kepada Allah." (HR. Muslim)
Dalam kitab Al-Mausu'ah al-Fiqhiyah (10/220) disebutkan,
wajib atas seorang mukmin berperasangka baik kepada Allah Ta'ala. Tempat yang
lebih banyak diwajibkan berhusnzan kepada Allah: Saat tertimpa musibah dan saat
kematian. Dianjurkan berhusnudzan kepada Allah Ta'ala bagi orang yang
menghadapi kematian. Terus memperbagus perasangka kepada Allah dan
meningkatkannya walaupun itu terasa berat saat menghadapi kematian dan sakit.
Karena seharusnya seorang mukallaf senantiasa husnudzan kepada Allah.
Dari penjelasan di atas,
husnuzan kepada Allah tidak terjadi dengan meninggalkan perkara wajib dan
mengerjakan kemaksiatan. Siapa yang meyakini hal itu bermanfaat baginya maka ia
tidak menetapkan sebagian dari nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan Allah yang
layak dan sesuai bagi-Nya. Sungguh ia telah mengelincirkan dirinya pada
keburukan dan perangkap syetan. Sementara orang-orang beriman, secara bersamaan
memperbagus amalnya dan memperbagus perasangkanya kepada Allah bahwa Dia akan
menerima amal-amal shalihnya. Dan saat menghadapi kematian, mereka
berperasangka baik kepada Allah bahwa Dia memaafkan kesalahan dan mengampuni
dosa-dosanya serta merahmatinya. Diharapkan, Allah mewujudkan perangka baiknya
tersebut kepada mereka sebagaimana yang sudah dijanjikan oleh-Nya.
D. Husnuzan
terhadap Sesama Manusia
Husnuzan atau berbaik sangka terhadap sesama manusia,
merupakan sikap mental terpuji, yang harus diwujudkan melalui sikap lahir,
ucapan dan perbuatan yang baik, diridai Allah SWT, dan bermanfaat.
Sikap, ucapan, dan perbuatan baik, sebagai perwujudan dari
husnuzan itu hendaknya diterapkan dalam kehidupan berkeluarga, bertetangga
serta bermasyarakat
Ø Kehidupan Berkeluarga
Tujuan hidup berkeluarga yang islami adalah terbentuknya
keluarga yang memperoleh rida dan rahmat Allah SWT,bahagia serta sejahtera baik
di dunia maupun di akhirat.
Agar tujuan luhur tersebut dapat tercapai, diperlukan adanya prasangka baik antar anggota keluarga.
Agar tujuan luhur tersebut dapat tercapai, diperlukan adanya prasangka baik antar anggota keluarga.
Ø Kehidupan Bertetangga
Tetangga ialah orang-orang yang tempat tinggalnya berdekatan
dengan tempat tinggal kita. Antara tetangga satu dengan yang lainnya hendaknya
saling berprasangka baik dan jangan saling mencurigai.
Berikut antara lain contoh berperilaku husnuzan terhadap tetangga:
Saling Menghormati
Antara tetangga yang satu dengan yang lainnya hendaknya saling menghormati dan menghargai.
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
فَلْيُحْسِنْ إِلَى جَارِهِ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia berbuat baik kepada tetangganya.” (HR. Muslim no. 47)
Berikut antara lain contoh berperilaku husnuzan terhadap tetangga:
Saling Menghormati
Antara tetangga yang satu dengan yang lainnya hendaknya saling menghormati dan menghargai.
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
فَلْيُحْسِنْ إِلَى جَارِهِ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia berbuat baik kepada tetangganya.” (HR. Muslim no. 47)
BAB III
PENUTUP
Husnuzan artinya
berprasangka baik. Sedangkan huznuzan kepada Allah SWT mengandung arti selalu
berprasangka baik kepada Allah SWT, karena Allah SWT terhadap hamba-Nya seperti
yang hamba-Nya sangkakan kepada-Nya, kalau seorang hamba berprasangka buruk kepada
Allah SWT maka buruklah prasangka Allah kepada orang tersebut, jika baik
prasangka hamba kepadanya maka baik pulalah prasangka Allah kepada orang
tersebut.
Cara menunjukkan sikap husnuzan kepada Allah swt adalah:
1. Senantiasa taat kepada Allah.
2. Bersyukur apabila mendapatkan
kenikmatan.
3. Bersabar dan ikhlas apabila mendapatkan
ujian serta cobaan.
4. Yakin bahwa terdapat hikmah di balik
segala penderitaan dan kegagalan.
Thx you gan, bermanfaat sekali artikelnya :D
ReplyDeleteIjin sedot yah
gg ada daftar pustakanya ya!!!
ReplyDelete