Friday 19 June 2015

Makalah Hikmah Husnuzan

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Husnuzan artinya berbaik sangka , lawan katanya adalah suuzan yang artinya berburuk sangka . Berbaik sangka dan berburuk sangka merupakan bisikan jiwa , yang dapat diwujudkan melalui perilaku yakni ucapan dan perbuatan . Perilaku Husnuzan termasuk akhlak terpuji karena mendapatkan banyak manfaat . Sedangkan perilaku suuzan termasuk akhlak tercela, karena akan mendapatkan kerugian .

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian husnuzan?
2.      Apakah Hikmah Husnuzan kepada Allah?
3.      Apa Cara Meningkatkan Husnudzan?
4.      Bagaimana Husnuzan terhadap Sesama Manusia?

C.  Tujuan
      Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah
1.      Untuk memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
2.      Menambah pengetahuan tentang akhlaqul karimah yaitu husnuzan
3.      Dapat menerapkan husnuzan dalam kehidupan sehari-hari
4.      Menjadi pribadi yang lebih Islami










BAB II
PEMBAHASAN

A.    Husnuzan
Kata husnuzan berasal dari bahasa Arab yang terdiri atas husnu dan azh-zhan. Husnu artinya bai dan azh-zhan artinya prasangka, jadi husnuzan artinya berprasangaka baik. Lawan dari husnuzan adalah suuzan, yang artinya berprasangaka buruk.
Orang yang husnuzan ialah orang yang selalu berfikir positif dan tidak pernah berburuk sangka terhadap apa yang dilakukan orang lain. Sedangkan orang yang suuzan ialah orang yang selalu berfikiran negatif dan selalu berburuk sangka terhadap apa yang dilakukan orang lain.
1.      Pengertian Husnuzan Kepada Allah
Husnuzan terhadap Allah artinya menerima semua yang menjadi takdir dan keputusan Allah. QS. Yunus ayat:44 yang artinya:
Sesungguhnya Allah tidak berbuat aniaya kepada manusia sedikit pun, akan tetapi manusia itu sendiri berbuat anuaya kepada diri mereka sendiri. (QS. Yunus: 44)
2.      Sikap Husnuzan Kepada Allah
a.       Meyakini bahwa Allah Maha Esa (tauhid)
Dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah :225 yang artinya:
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksudkan (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantujn (tidak segera menyiksa orang yang berbuat dosa). (QS. Al-Baqarah: 225)
b.      Bertaqwa kepada Allah
Dejelaskan dalam QS. Al –Hujrat: 14 yang artinya:
Hai mnanusia, sesunggunhnya Kami menciptakan kamu seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengengal. (QS. Al-Hujrat:14)
c.       Berserah diri kepada Allah (tawakal)
Dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah:112 yang artinya:
Barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhan dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Al-Baqarah:112).

d.      Menerima dengan ikhlas semua keputusan Allah
Dijelaskan dalam QS. At-Taubah:59 yang artinya:
Jika mereka sungguh-sungguh rida dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata: Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah. (Tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka). (QS. At-Taubah:59)

B.      Hikmah Husnuzan kepada Allah
Sikap husnuzan mempunyai hikmah yang besar. Berhusnuzan kepada Allah memiliki hikmah yang banyak, diantaranya seperti berikut.
a.       Selalu optimis dalam menyongsong masa depan
Dijelaskan dalam QS. Az-Zumar:54 yang artinya:
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang emlampaui batas terhadap adiri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
b.      Tidak mudah putus asa
Dijelaskan dalam QS. Yusuf:87 yang artinya:
Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, kecuali kaum yang kafir.
c.       Selalu bersyukur kepada Allah
Bersyukur dapat dilakukan dengan cara mempertebal iman dan meningkatkan takwa. Berikut diantara ciri-ciri orang bertakwa:
1)      Surah al-Baqarah ayat 2-5 yaitu mempercayai yang ghaib, menegakan salat, mengeluarkan zakat dan sedekah, mempercayai kitab-kitab samawi, meyakini adanya hari akhir, dan mengikuti hidayah Allah. QS. Al-Baqarah tersebut yang artinya:
(2) Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (3) (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, ayng mendirikan salat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka, (4) dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah dirurunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. (5) mereka itulah yang tetap mendapat petunguk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.
2)      Surah Ali-Imran ayat 134-135 yaitu mampu berinfak baik dalam keadaan sulit maupun longgar, mampu menahan marah, pemaaf, selalu berbuat baik, jika berbuat salah sadar dan istigfar serta tidak mengulangi.
Artinya:
Orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila menherjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengambuni dosa selain Allah? Dan merekan tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedangkan mereka mengetahui.
3)      Surah az-Zariyat ayat 16-20, yaitu mengambil apa saja yang diberikan Allah kepadanya, selalu berbuat baik, di waktu malam sedikit tidurnya, istighfar di waktu sahur (tahajud di waktu sepetiga akhir malam), selalu sedekah dan zakat, mampu mengambil pelajaran apa yang ada di muka bumi.
Artinya:
(16) Sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik, (17) Mereka sedikit tidur di waktu malam (18)Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). (19) Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang moskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (20) Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasan Allah) bagi orang-orang yang yakin.
4)      Hadis rasul untuk Muads bin Jabal, beliau memberi nasihat tentang takwa, yaitu kata-kata jujur, menepati janji (termasuk mengembalikan utang), melaksanakan amanah (tanggung jawab), menjaga tetangga (demi baiknya), sayang kepada anak yatim, kata-katanay lemah lembut, selalu berbuat baik, berusaha mewujudkan  

Sedangkan siapa yang menyangka, husnudzan kepada Allah Ta'ala tidak disertai amal apapun, maka ia salah besar dan tidak memahami ibadah agung ini sesuai dengan pemahaman yang benar. Sesungguhnya husnudzan tidak tegak dengan meninggalkan kewajiban-kewajiban dan menjalankan kemaksiatan-kemaksiatan. Maka siapa yang berperasangka baik kepada Allah semacam itu, ia telah tertipu, berharap yang salah, berpaham murji'ah yang tercela, serta merasa amal dari siksa Allah. Semua ini tercela dan membinasakan dirinya sendiri.
Ibnul Qayyim berkata,

وقد تبين الفرق بين حسن الظن والغرور ، وأن حسن الظن إن حمَل على العمل وحث عليه وساعده وساق إليه : فهو صحيح ، وإن دعاإلى البطالة والانهماك في المعاصي : فهو غرور ، وحسن الظن هو الرجاء ، فمن كان رجاؤه جاذباً له على الطاعة زاجراً له عن 
المعصية : فهو رجاء صحيح ، ومن كانت بطالته رجاء ورجاؤه بطالة وتفريطاً : فهو المغرور

"Telah nampak jelas perbedaan antara husnudzan dengan ghurur (tipuan). Adapun Husnuzan, jika ia mengajak dan mendorong beramal, membantu dan membuat rindu padanya: maka ia benar. Jika mengajak malas dan berkubang dengan maksiat: maka ia ghurur (tipuan). Husnuzan adalah raja' (pengharapan). Siapa yang pengharapannya mendorongnya untuk taat dan menjauhkannya dari maksiat: maka ia pengharapan yang benar. Sedangkan siapa yang kemalasannya adalah raja' dan meremehkan perintah: maka ia tertipu." (Al-Jawab al-Kaafi: 24)

Syaikh Shalih al-Fauzan berkata, "Berhusnuzan kepada Allah harus disertai dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat. Jika tidak, ia termasuk merasa aman dari siksa Allah. Oleh sebab itu, behusnudzan kepada Allah harus disertai melaksanakan sebab-sebab kebaikan yang jelas dan mejauhi semua sebab yang menghantarkan kepada keburukan: Ini merupakan pengharapan yang terpuji. Adapun husnudzan kepada Allah dengan meninggalkan kewajiban dan menerjang keharaman: maka ia pengharapan yang tercela, itu termasuk bentuk merasa aman dari adzab Allah." (Al-Muntaqa' min Fatawa Al-Syaikh al-fauzan: 2/269)

C. Meningkatkan Husnudzan
Seorang muslim hendaknya senantiasa berhusnudzan kepada Tuhan-Nya. Ini harus lebih meningkat  dalam dua keadaan:
Pertama, saat dia menjalankan ketaatan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallambersabda: Allah Ta'ala berfirman,
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ في نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّبِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً

"Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku akan bersamanya selama ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam sekumpulan orang maka Aku akan mengingatnya dalam sekumpulan yang lebih baik dan lebih bagus darinya. Jika ia mendekat kepada-Ku satu jengkal maka Aku akan mendekat kepada-Nya satu hasta, jika ia mendekat kepada-Ku satu hasta maka Aku akan mendekat kepadanya satu depa, dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan maka Aku akan mendatanginya dengan berlari." (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Berdasarkan hadits di atas, husnudzan kepada Allah memiliki hubungan kuat dengan amal shalih. Karena sesudahnya disebutkan anjuran untuk berdzikir dan mendekatkan diri dengan amal ketaatan kepada-Nya 'Azza wa Jalla. Maka siapa yang berprasangka baik kepada Allah pasti ia terdorong untuk berbuat baik.
Al-Hasan al-Bashri berkata,

المؤمن أحسنَ الظنّ بربّه فأحسن العملَ ، وإنّ الفاجر أساءَ الظنّ بربّه فأساءَ العمل

"Sesungguhnya seorang mukmin selalu berhusnudzan kepada Tuhannya lalu ia memperbagus amalnya. Dan sesungguhnya seorang pendosa berpesangka buruk kepada Tuhannya sehingga ia berbuat yang buruk." (Diriwayatkan Imam Ahmad dalam al-Zuhd, hal. 402)
Kemudian Ibnul Qayyim menjelaskan, siapa yang memperhatikan persoalan ni dengan benar akan tahu, husnudzan kepada Allah adalah baiknya amal itu sendiri. Karena seorang hamba terdorong menjalankan amal baik karena ia berperasangka bahwa Tuhan-nya akan memberi balasan dan pahala atas semua amal-amal baiknya, serta menerimanya. Husnuzan-lah yang mendorongnya beramal shalih. Maka jika prasangkanya baik, baik pula amalnya. Jika tidak, husnudzan bersamaan dengan mengikuti hawa nafsu adalah kelemahan.
Ringkasnya, husnudzan pasti disertai dengan menjalankan sebab-sebab menuju keselamatan. Sebaliknya, jika menjalankan sebab-sebab kehancuran, pasti ia tidak berperasangka baik. (Disarikan dari al-Jawab al-Kaafi: 13-15)
Abu al-Abbas al-Qurthubi rahimahullah berkata, dikatakan, maknanya: berperasangka (yakin) dikabulkan doa saat berdoa, diterima saat bertaubat, diampuni saat istighfar, dan berperasangka akan diterima amal-amal saat menjalankannya sesuai dengan syarat-syaratnya; ia berpegang teguh dengan Dzat yang janji-Nya benar dan karunia-Nya melimpah. Aku katakan, ini dikuatkan oleh Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,

ادْعُوا اللهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإجَابَةِ

"Berdoalah kepada Allah sementara kalian yakin diijabahi." (HR. Al-Tirmidi dengan sanad shahih). Bagi orang bertaubat dan beristighfar, juga orang yang beramal agar bersungguh-sungguh dalam menjalankan niatan baiknya itu dengan disetai keyakinan bahwa Allah Ta'ala akan menerima amalnya dan mengampuni dosanya. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berjanji akan menerima taubat yang jujur dan amal-amal yang shalih. Seandainya ia menjalankan amal-amal tersebut dengan keyakinan atau prasangka bahwa Allah tidak akan menerimanya dan amal-amal tersebut tak memberikan manfaat baginya, itu namanya putus asa dari rahmat Allah. Sedangkan berputus asa dari rahmat Allah termasuk dosa besar. Siapa meninggal di atasnya, baginya apa yang diperasangkakannya. Adapun merasa mendapat ampunan dan rahmat dengan mengerjakan maksiat-maksiat: itu adalah kejahilan dan tertipu. Mereka itulah yang akan masuk dalam jeratan paham murji-ah.

Kedua, saat tertimpa musibah dan menghadapi kematian. Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda tiga hari menjelang wafatnya,
لاَ يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ بِاللهِ الظَّنَّ
"Janganlah salah seorang kalian meninggal kecuali ia berhusnuzan kepada Allah." (HR. Muslim)
Dalam kitab Al-Mausu'ah al-Fiqhiyah (10/220) disebutkan, wajib atas seorang mukmin berperasangka baik kepada Allah Ta'ala. Tempat yang lebih banyak diwajibkan berhusnzan kepada Allah: Saat tertimpa musibah dan saat kematian. Dianjurkan berhusnudzan kepada Allah Ta'ala bagi orang yang menghadapi kematian. Terus memperbagus perasangka kepada Allah dan meningkatkannya walaupun itu terasa berat saat menghadapi kematian dan sakit. Karena seharusnya seorang mukallaf senantiasa husnudzan kepada Allah.
Dari penjelasan di atas, husnuzan kepada Allah tidak terjadi dengan meninggalkan perkara wajib dan mengerjakan kemaksiatan. Siapa yang meyakini hal itu bermanfaat baginya maka ia tidak menetapkan sebagian dari nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan Allah yang layak dan sesuai bagi-Nya. Sungguh ia telah mengelincirkan dirinya pada keburukan dan perangkap syetan. Sementara orang-orang beriman, secara bersamaan memperbagus amalnya dan memperbagus perasangkanya kepada Allah bahwa Dia akan menerima amal-amal shalihnya. Dan saat menghadapi kematian, mereka berperasangka baik kepada Allah bahwa Dia memaafkan kesalahan dan mengampuni dosa-dosanya serta merahmatinya. Diharapkan, Allah mewujudkan perangka baiknya tersebut kepada mereka sebagaimana yang sudah dijanjikan oleh-Nya.

D. Husnuzan terhadap Sesama Manusia
Husnuzan atau berbaik sangka terhadap sesama manusia, merupakan sikap mental terpuji, yang harus diwujudkan melalui sikap lahir, ucapan dan perbuatan yang baik, diridai Allah SWT, dan bermanfaat.
Sikap, ucapan, dan perbuatan baik, sebagai perwujudan dari husnuzan itu hendaknya diterapkan dalam kehidupan berkeluarga, bertetangga serta bermasyarakat

Ø  Kehidupan Berkeluarga
Tujuan hidup berkeluarga yang islami adalah terbentuknya keluarga yang memperoleh rida dan rahmat Allah SWT,bahagia serta sejahtera baik di dunia maupun di akhirat.
Agar tujuan luhur tersebut dapat tercapai, diperlukan adanya prasangka baik antar anggota keluarga.

Ø  Kehidupan Bertetangga
Tetangga ialah orang-orang yang tempat tinggalnya berdekatan dengan tempat tinggal kita. Antara tetangga satu dengan yang lainnya hendaknya saling berprasangka baik dan jangan saling mencurigai.
Berikut antara lain contoh berperilaku husnuzan terhadap tetangga:
Saling Menghormati
Antara tetangga yang satu dengan yang lainnya hendaknya saling menghormati dan menghargai.

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
فَلْيُحْسِنْ إِلَى جَارِهِ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia berbuat baik
kepada tetangganya.” (HR. Muslim no. 47)









BAB III
PENUTUP

Husnuzan artinya berprasangka baik. Sedangkan huznuzan kepada Allah SWT mengandung arti selalu berprasangka baik kepada Allah SWT, karena Allah SWT terhadap hamba-Nya seperti yang hamba-Nya sangkakan kepada-Nya, kalau seorang hamba berprasangka buruk kepada Allah SWT maka buruklah prasangka Allah kepada orang tersebut, jika baik prasangka hamba kepadanya maka baik pulalah prasangka Allah kepada orang tersebut.

Cara menunjukkan sikap husnuzan kepada Allah swt adalah:
1.      Senantiasa taat kepada Allah.
2.      Bersyukur apabila mendapatkan kenikmatan.
3.      Bersabar dan ikhlas apabila mendapatkan ujian serta cobaan.
4.      Yakin bahwa terdapat hikmah di balik segala penderitaan dan kegagalan.



2 comments: