Hallo teman-teman..kali ini saya akan kembali
melanjutkan cerita saya waktu di Jogja...
Namun, aku hanya akan menceritakan salah satu objek yang cukup menarik dan menambah wawasan kita tentunya sebagai seorang Indonesia sejati..heheheh
Jadi, di hari kedua kami study tour, kami mengunjungi Keraton Yogyakarta yang merupakan salah satu peninggalan budaya daerah setempat dan warisan budaya nasional. Jadi..begini ceritanya teman-teman...
Dulu keraton ini dikenal dengan nama Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Keraton ini merupakan istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.
Namun, aku hanya akan menceritakan salah satu objek yang cukup menarik dan menambah wawasan kita tentunya sebagai seorang Indonesia sejati..heheheh
Jadi, di hari kedua kami study tour, kami mengunjungi Keraton Yogyakarta yang merupakan salah satu peninggalan budaya daerah setempat dan warisan budaya nasional. Jadi..begini ceritanya teman-teman...
Dulu keraton ini dikenal dengan nama Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Keraton ini merupakan istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.
Walaupun kesultanan tersebut secara resmi telah
menjadi bagian Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks
bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat
tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan
tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu
objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton
merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan,
termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton,
dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh
arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-balairung
mewah dan lapangan serta paviliun yang luas.
Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono Ibeberapa bulan pascaPerjanjian Giyanti di tahun1755. Lokasi keraton
ini konon adalah bekas sebuah pesanggarahan yang bernama Garjitawati.
Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja
Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi
lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul
Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton
Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam diPesanggrahan Ambar
Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman.
Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta.
- Arsitek dan Bentuk Bangunan Keraton
Yogyakarta
Bangunan gedung Keraton Yogyakarta terdiri dari
beberapa bagian kompleks dari utara ke selatan yaitu dari Gapura Gladhag di
utara sampai di Plengkung Nirboyo di selatan. Sementara bagian utama gedung
keraton yaitu Gapura Gladag-Pangurakan, Kompleks alun-alun Ler (Lapangan Utara)
dan Mesjid Gedhe (Masjid Raya Kerajaan), Kompleks Pagelaran, Kompleks Siti
Hinggil Ler, Kompleks Kamandhungan Ler, Kompleks Sri Manganti, Kompleks
Kedhaton, Kompleks Kamagangan, Kompleks Kamandhungan Kidul, Kompleks Siti
Hinggil Kidul (sekarang disebut Sasana Hinggil), serta Alun-alun Kidul
(Lapangan Selatan) dan Plengkung Nirbaya yang biasa disebut Plengkung Gadhing.
· Kompleks
Depan Kesultanan Yogyakarta
Kompleks depan terdiri dari alun-alun lor dan Masjid Gedhe Kasultanan.
Alun-alun Lor adalah sebuah lapangan berumput di bagian utara Keraton
Yogyakarta. Dahulu tanah lapang yang berbentuk persegi ini dikelilingi oleh
dinding pagar yang cukup tinggi. Sekarang dinding ini tidak terlihat lagi
kecuali di sisi timur bagian selatan. Saat ini alun-alun dipersempit dan hanya
bagian tengahnya saja yang tampak. Di bagian pinggir sudah dibuat jalan
beraspal yang dibuka untuk umum.
Di pinggir Alun-alun ditanami deretan pohon Beringin
(Ficus benjamina; familiMoraceae) dan ditengah-tengahnya terdapat sepasang
pohon beringin yang diberi pagar yang disebut dengan Waringin
Sengkeran/Ringin Kurung (beringin yang dipagari). Kedua pohon ini diberi
nama Kyai Dewadaru dan Kyai Janadaru. Pada zamannya selain Sultan
hanyalah Pepatih Dalem yang boleh melewati/berjalan di antara kedua
pohon beringin yang dipagari ini. Tempat ini pula yang dijadikan arena rakyat
duduk untuk melakukan "Tapa Pepe" saat Pisowanan Ageng sebagai bentuk
keberatan atas kebijakan pemerintah. Pegawai /abdi-Dalem Kori akan menemui
mereka untuk mendengarkan segala keluh kesah kemudian disampaikan kepada Sultan
yang sedang duduk di Siti Hinggil.
Di sela-sela pohon beringin di pinggir sisi utara,
timur, dan barat terdapat pendopo kecil yang disebut dengan Pekapalan,
tempat transit dan menginap para Bupati dari daerah Mancanegara Kesultanan.
Bangunan ini sekarang sudah banyak yang berubah fungsi dan sebagian sudah
lenyap. Dahulu dibagian selatan terdapat bangunan yang sekarang menjadi
kompleks yang terpisah, Pagelaran.
Pada zaman dahulu Alun-alun Lor digunakan sebagai
tempat penyelenggaraan acara dan upacara kerajaan yang melibatkan rakyat
banyak. Di antaranya adalah upacara garebeg serta sekaten, acara watangan serta
rampogan macan, pisowanan ageng, dan sebagainya. Sekarang tempat ini sering
digunakan untuk berbagai acara yang juga melibatkan masyarakat seperti
konser-konser musik, kampanye, rapat akbar, tempat penyelenggaraan ibadah hari
raya Islam sampai juga digunakan untuk sepak bola warga sekitar dan tempat
parkir kendaraan.
Sementara, Kompleks Mesjid Gedhe Kasultanan (Masjid
Raya Kesultanan) atau Masjid Besar Yogyakarta terletak di sebelah barat
kompleks Alun-alun utara. Kompleks yang juga disebut dengan Mesjid Gedhe
Kauman dikelilingi oleh suatu dinding yang tinggi. Pintu utama kompleks
terdapat di sisi timur. Arsitektur bangunan induk berbentuk tajugpersegi
tertutup dengan atap bertumpang tiga. Untuk masuk ke dalam terdapat pintu utama
di sisi timur dan utara. Di sisi dalam bagian barat terdapat mimbar bertingkat
tiga yang terbuat dari kayu, mihrab (tempat imam memimpin ibadah),
dan sebuah bangunan mirip sangkar yang disebut maksura. Pada zamannya
(untuk alasan keamanan) di tempat ini Sultan melakukan ibadah. Serambi masjid
berbentuk joglo persegi panjang terbuka. Lantai masjid induk dibuat lebih
tinggi dari serambi masjid dan lantai serambi sendiri lebih tinggi dibandingkan
dengan halaman masjid. Di sisi utara-timur-selatan serambi terdapat kolam
kecil. Pada zaman dahulu kolam ini untuk mencuci kaki orang yang hendak masuk
masjid.
Di depan masjid terdapat sebuah halaman yang
ditanami pohon tertentu. Di sebelah utara dan selatan halaman (timur laut dan
tenggara bangunan masjid raya) terdapat sebuah bangunan yang agak tinggi yang
dinamakan Pagongan. Pagongan di timur laut masjid disebut dengan Pagongan
Ler (Pagongan Utara) dan yang berada di tenggara disebut dengan Pagongan Kidul
(Pagongan Selatan). Saat upacara Sekaten, Pagongan Ler digunakan untuk
menempatkan gamelan sekati Kangjeng Kyai (KK) Naga Wilaga dan
Pagongan Kidul untuk gamelan sekati KK Guntur Madu. Di barat daya Pagongan
Kidul terdapat pintu untuk masuk kompleks masjid raya yang digunakan dalam
upacara Jejak Boto pada upacara Sekaten di tahun Dal. Selain itu
terdapat Pengulon, tempat tinggal resmi Kangjeng Kyai Pengulu di
sebelah utara masjid dan pemakaman tua di sebelah barat masjid.
· Kompleks
Inti Kesultanan Yogyakarta
Kompleks inti dari Kesultanan Yogyakarta terdiri
dari beberapa bagian yaitu Kompleks Pagelaran, Siti Hinggil Ler, Kamandungan
Lor, Sri Manganti, Kedhaton, dll. Namun yang menjadi bagian utama dari Keraton
yaitu Kompleks Pagelaran. Bangunan utama gedung keraton
adalah Bangsal Pagelaran yang dahulu dikenal dengan namaTratag
Rambat. Pada zamannya Pagelaran merupakan tempat para punggawa kesultanan
menghadap Sultan pada upacara resmi. Sekarang sering digunakan untuk even-even
pariwisata, religi, dan lain-lain disamping untuk upacara adat keraton.
Sepasang Bangsal Pemandengan terletak di sisi jauh sebelah timur dan
barat Pagelaran. Dahulu tempat ini digunakan oleh Sultan untuk menyaksikan
latihan perang di Alun-alun Lor.
Sepasang Bangsal
Pasewakan/Pengapit terletak tepat di sisi luar sayap timur dan barat
Pagelaran. Dahulu digunakan para panglima Kesultanan menerima perintah dari
Sultan atau menunggu giliran melapor kepada beliau kemudian juga digunakan
sebagai tempat jaga Bupati Anom Jaba. Sekarang digunakan untuk kepentingan
pariwisata (semacam diorama yang menggambarkan prosesi adat, prajurit keraton
dan lainnya).Bangsal Pengrawit yang terletak di dalam sayap timur bagian
selatan Tratag Pagelaran dahulu digunakan oleh Sultan untuk melantik Pepatih
Dalem. Saat ini di sisi selatan kompleks ini dihiasi dengan relief
perjuangan Sultan HB I dan Sultan
HB IX. Kompleks Pagelaran ini pernah digunakan oleh Universitas Gadjah Mada sebelum
memiliki kampus di Bulak Sumur.
Keraton Yogyakarta, pada dasarnya merupakan lambang pemerintahan dari daerah
provinsi DIY pada masa lampau. Namun bagunan tersebut masih dilestarikan
sebagai objek wisata budaya dan tempat peninggalan bersejarah. Tak jarang
setiap perayaan tradisional dan upacara khas Jogja diadakan di gedung Keraton
ini. Akhirnya kami pun selesai melakukan observasi di Keraton Yogyakarta dan
melanjutkan perjalanan ke Malioboro.
0 comments:
Post a Comment