HIKAYAT SANG POHON CANTIK
Nun,di sebuah hutan belantara tumbuhlah sebatang pohon
yang memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan jutaan pohon yang
lainnya. Ia memiliki batang yang sangat lurus dan tegak, akarnya yang kukuh,
serta aroma khasnya yang harum, semerbak, memenuhi seluruh isi hutan. Sehingga
tidaklah menjadi hairan, ramai sekali para pencari kayu bakar yang merasa
tertarik kepada pohon itu. Bahkan ramai yang berniat baik untuk turut
memelihara keindahan pohon itu. Dengan senang hati mereka membiarkan pohon
tersebut tetap tumbuh.
Sering kali mereka menyempatkan diri untuk menyiraminya
dengan air yang diperoleh dari lubuk bening di pinggir hutan. Semua itu mereka
lakukan dengan penuh harap agar suatu saat kelak, di alam yang mulai penuh dengan
kerosakkan ini, Sang Pohon Cantik akan tumbuh dengan sejuta pesona. Memberikan
warna perubahan bagi siapa saja, untuk lebih mencintai lingkungan mereka dan
berhenti membuat kerosakan.
Sementara bagi para penebang pohon yang liar, keberadaan
pohon cantik itu sangatlah mengganggu. Mereka sedar, apabila pohon tersebut
tumbuh dengan baik, maka akan banyak perhatian yang akan tertuju kepada hutan
itu. Perhatian yang tentu saja membuat langkah mereka semakin sulit dalam
membuat kerosakan di dalam hutan itu. Para penebang pohon yang liar itu
berikrar, mereka akan memindahkan pohon cantik itu ke halaman rumah-rumah
mereka. Tetapi kalau tujuan itu tidak tercapai, maka mematikan pohon itu adalah
cara terbaik yang harus mereka tempuh.
Beruntung, pohon cantik tersebut mendapat penjagaan yang
sangat rapi dari para pencari kayu bakar yang baik hati. Mereka secara
bergiliran mengiring berjalan dengan sangat waspada agar pertumbuhan Sang Pohon
terjaga . Selain itu, pohon tersebut rupanya memiliki akar yang dapat menumbuh
dengan cepat. Sehingga sari-sari makanan yang ada dalam tanah dapat diserap
dengan baik. Demikian juga dengan air yang ada, dapat digunakan oleh Sang Pohon
untuk menampung kehidupannya.
Dipendekkan cerita,pohon tersebut telah tumbuh besar,
daunnya yang rimbun menghijau membuat mata tak lelah untuk memandang, dari
dahan-dahannya lahir wangian semerbak harum yang menyeliputi seluruh hutan, dan
satu lagi, pohon cantik tersebut memiliki buah yang sangat manis. Selain dapat
menghilangkan dahaga, juga dapat mengenyangkan para penikmatnya. Terasalah
berkah Sang Pencipta bagi para pencari kayu bakar, meskipun para penebang pohon
yang liar masih saja mencari helah untuk selalu menghapuskan pohon itu.
Namun, demikianlah kudrat keberadaan setiap makhluk yang
hidup dan tumbuh di atas muka bumi ini, tak satupun yang abadi! Tak terkecuali
dengan keadaan pohon cantik yang disanjung para pencari kayu bakar dan seluruh
penghuni hutan. Pada suatu petang, ketika langit mulai gelap, angin pun kencang
berhembus. Pucuk pohon cantik bergoyang dengan hebatnya. Ia sekuat tenaga
mengimbangi keadaan yang mana pada bila-bila masa boleh menumbangkannya. Sang
Pucuk terus bergerak, awalnya hanya berniat untuk mempertahankan diri dari
keadaan alam yang ia hadapi.
Tetapi lama-kelamaan ia sedar, bahwa sebenarnya ia dapat
mengatasi sepenuhnya serangan angin tersebut. Ia yakin benar telah ditampung
oleh akar yang kuat, dan dahan-dahan yang kukuh, serta dedaunan yang dapat
menahan laju dan kencangnya angin dengan sempurna. Kerana keyakinannya itulah
tiba-tiba ia membuat sebuah gerakan yang tidak disangka-sangka oleh Sang Akar,
yang sekuat tenaga mencengkam tanah.
Sang Pucuk menari, bukan hanya mengikut arah angin, namun
terkadang ia membuat gerakan yang membingungkan Sang Akar dalam mempertahankan
keseimbangannya. Dan, Sang Akar pun mengeluarkan bantahannya; “Hai, pucuk.
Berhentilah menari! Aku bingung melihatmu!” “Kenapa mesti bingung, Akar? Aku
tahu benar situasi yang ada. Ikut sajalah!” “Bagaimana aku hendak mengikuti
tarianmu, kalau kamu susah diikuti” “Percayalah, akar. Aku diatas mampu melihat
semuanya. Bukan hanya batang, daun, dan kau akarku sendiri. Tetapi jarak
puluhan batu di sekeliling kita pun dapat aku lihat dengan jelas” “Hai, apa
salahnya aku mengingatkanmu, pucuk?” “Kau salah akar, harusnya kau ikut saja
apa kataku. Kerana posisimu di bawah, dan kau tidak tahu apa-apa tentang dunia
ini!”
“Aduhai…angkuh nian kau, pucuk! Kalaulah tak ada aku,
mana mungkin kau dapat berdiri dan berada di atas sana!” “Sudahlah, kenapa
kalian malah bertengkar, hah?!” Sang Daun menegahi suasana yang semakin panas.
“Kerana dia mulai merasa angkuh, daun!” akar mengarahkan serabut akarnya kepada
Sang Pucuk. “Apa urusanmu, akar?! Ikuti sajalah kataku, dan kau akan selamat”
“Apakah kalian lupa, hah? Kalian itu saling memerlukan! Tidak akan ada
kehidupan kalau tidak aku, kau, dan si akar itu. Sedarlah, saudaraku! kawanku!”
Sang Daun kembali berkata-kata dengan perasaan yang sedih kerana pertelingkahan
saudaranya sendiri.
Perdebatan demi perdebatan terus bergulir di antara
keduanya. Sang Pucuk tidak merasa harus mengalah sedikit pun terhadap Sang
Akar. Ia merasa bahawa ialah segalanya, dialah ketua kerana berada di tempat
yang paling atas. Ia merasa ditakdirkan Tuhan untuk berada di atas dengan
segala penglihatannya yang luas akan dunia ini. Ia merasa Tuhan telah
memberikan kekuasaan mutlak kepadanya untuk berbuat sesuka hati. Sementara,
Sang Akar merasa kecewa, Sang Pucuk telah mengambil langkah yang keliru dalam
melaksanakan upaya menjaga kelangsungan hidup seluruh bagian pohon tersebut.
Dan, Sang Daun yang berusaha meleraikan perdebatan itu pun tak berdaya
menenangkan keduanya, meski ia tak pernah merasa lelah untuk mendamaikan
perseteruan dua saudara satu tubuh itu.
Waktu yang digariskan mungkin saja telah tiba, kerana
perdebatan yang berlarutan itu, Sang Akar bermalas-malasan untuk menyerap air
dan zat-zat yang dibutuhkannya. Demikian juga Sang Daun, kerana kelelahan
melerai perdebatan kedua saudaranya, ia lupa untuk mengolah makanan meskipun
matahari terus bersinar sepanjang hari. Dan, Sang Pucuk rupanya semakin
terlena. Ia tidak menyadari dua saudara dibawahnya sudah mengalami gangguan. Ia
tetap berlenggok mengikuti arah angin dengan irama yang menghiburkan hatinya.
Hingga tibalah saat di mana angin justeru berhembus dengan sangat perlahan.
Sang Pucuk terlena kerana desirnya, ia merasa ngantuk dan
ia biarkan gerakannya yang tidak beraturan, dan ia pun mulai terpejam. Terlelap
dalam tidur yang tidak disedarinya, dan angin datang menyerang. Tubuhnya
terkulai. Sang Daun yang lapar tidak berdaya menahan tubuh Sang Pucuk yang
datang tiba-tiba. Ia ikut terjatuh. Sementara di bawah, Sang Akar yang
bermalas-malasan tidak lagi memiliki cengkaman yang kuat terhadap tanah di
sekelilingnya. Sang Akar tidak berkuasa menahan tubuh kedua saudaranya yang
terjatuh lebih dulu. Ia tercabut, bercerai-berai.
Beginilah akhirnya kisah pohon cantik,sebuah cerita yang
menyedihkan.Para pencari kayu bakar yang baik hati bermuram durja, sementara
para penebang liar bergelak tawa, “Tak perlu kita robohkan, kawan. Mereka roboh
sendiri kerana permusuhan…!! ” “O, bahkan tak perlu angin yang kencang
rupanya…….kasihan betul…..” demikianlah kata penebang pohon yang liar.
Dari sini saudara-saudaraku dapatkah kita mengambil
sedikit iktibar dari cerita ini?
Marilah kita jauhi permusuhan yang meleraikan silaturrahim antara kita,
janganlah berdendam kerana dendam itu tidak membawa kedamaian..
saling hormat menghormati dan bersatu padulah kita agar syiar Islam dapat diteruskan dan digemilangkan.. dan agar kita tetap menjadi orang yang beriman..
InsyaAllah..
Marilah kita jauhi permusuhan yang meleraikan silaturrahim antara kita,
janganlah berdendam kerana dendam itu tidak membawa kedamaian..
saling hormat menghormati dan bersatu padulah kita agar syiar Islam dapat diteruskan dan digemilangkan.. dan agar kita tetap menjadi orang yang beriman..
InsyaAllah..
0 comments:
Post a Comment