Candi Cangkuang adalah sebuah candi Hindu yang terdapat di Kampung Pulo, wilayah Cangkuang, Kecamatan Leles, Garut, Jawa Barat.[1] Candi inilah juga yang
pertama kali ditemukan di Tatar Sunda serta merupakan satu-satunya candi Hindu di Tatar Sunda. Candi ini
terletak bersebelahan dengan makam Embah Dalem Arief Muhammad, sebuah makam
kuno pemuka agama Islam yang dipercaya sebagai leluhur penduduk Desa Cangkuang.
Sejarah
Candi ini pertama kali ditemukan pada tahun 1966 oleh tim peneliti Harsoyo dan Uka Tjandrasasmita berdasarkan laporan Vorderman dalam
buku Notulen Bataviaasch
Genotschap terbitan tahun 1893 mengenai adanya sebuah arca yang rusak serta makam kuno di bukit
Kampung Pulo, Leles. Makam dan arca Syiwa yang dimaksud memang diketemukan. Pada
awal penelitian terlihat adanya batu yang merupakan reruntuhan sebuah bangunan
candi.[1] Makam
kuno yang dimaksud adalah makam Arief Muhammad yang dianggap penduduk setempat
sebagai leluhur mereka. Selain menemukan reruntuhan candi, terdapat pula
serpihan pisau serta batu-batu besar yang diperkirakan merupakan peninggalan
zaman megalitikum. Penelitian selanjutnya (tahun 1967 dan 1968) berhasil menggali bangunan makam.
Walaupun hampir bisa dipastikan bahwa candi ini merupakan peninggalan agama Hindu (kira-kira abad ke-8 M,
satu zaman dengan candi-candi di situs Batujaya dan Cibuaya?), yang mengherankan adalah adanya
pemakaman Islam di sampingnya.
Pada awal penelitian terlihat adanya batu yang merupakan
reruntuhan bangunan candi dan di sampingnya terdapat sebuah makam kuno berikut
sebuah arca Syiwa yang terletak di tengah reruntuhan bangunan. Dengan
ditemukannya batu-batu andesit berbentuk balok, tim peneliti yang dipimpin Tjandrasamita
merasa yakin bahwa di sekitar tempat tersebut semula terdapat sebuah candi.
Penduduk setempat seringkali menggunakan balok-balok tersebut untuk batu nisan.
Berdasarkan keyakinan tersebut, peneliti melakukan penggalian di
lokasi tersebut. Di dekat kuburan Arief Muhammad peneliti menemukan fondasi
candi berkuran 4,5 x 4,5 meter dan batu-batu candi lainnya yang berserakan.
Dengan penemuan tersebut Tim Sejarah dan Lembaga Kepurbakalaan segera
melaksanakan penelitian didaerah tersebut. Hingga tahun 1968 penelitian masih
terus berlangsung. Proses pemugaran Candi dimulai pada tahun 1974-1975 dan
pelaksanaan rekonstruksi dilaksanakan pada tahun 1976 yang meliputi kerangka
badan, atap dan patung Syiwa serta dilengkapi dengan sebuah joglo museum dengan
maksud untuk dipergunakan menyimpan dan menginventarisir benda-benda bersejarah
bekas peninggalan kebudayaan dari seluruh Kabupaten Garut. Dalam pelaksanaan
pemugaran pada tahun 1974 telah ditemukan kembali batu candi yang merupakan
bagian-bagian dari kaki candi. Kendala utama rekonstruksi candi adalah batuan
candi yang ditemukan hanya sekitar 40% dari aslinya, sehingga batu asli yang
digunakan merekonstruksi bangunan candi tersebut hanya sekitar 40%. Selebihnya
dibuat dari adukan semen, batu koral, pasir dan besi.
Candi Cangkuang merupakan candi pertama dipugar, dan juga untuk
mengisi kekosongan sejarah antara Purnawarman dan Pajajaran. Para ahli menduga
bahwa Candi Cangkuang didirikan pada abad ke-8, didasarkan pada tingkat
kelapukan batuannya, serta kesederhanaan bentuk (tidak adanya relief).
Bangunan Candi
Bangunan Candi Cangkuang yang sekarang dapat kita saksikan
merupakan hasil pemugaran yang diresmikan pada tahun1978. Candi ini berdiri pada sebuah lahan persegi empat yang
berukuran 4,7 x 4,7 m dengan tinggi 30 cm. Kaki bangunan yang menyokong pelipit padma, pelipit kumuda, dan pelipit pasagi ukurannya 4,5 x 4,5 m dengan tinggi
1,37 m. Di sisi timur terdapat penampil tempat tangga naik yang panjangnya 1,5
m dan lébar 1,26 m.
Tubuh bangunan candi bentuknya persegi empat 4,22 x 4,22 m
dengan tinggi 2,49 m. Di sisi utara terdapat pintu masuk yang berukuran 1,56 m
(tinggi) x 0,6 m (lebar). Puncak candi ada dua tingkat: persegi empat berukuran
3,8 x 3,8 m dengan tinggi 1,56 m dan 2,74 x 2,74 m yang tingginya 1,1 m. Di
dalamnya terdapat ruangan berukuran 2,18 x 2,24 m yang tingginya 2,55 m. Di
dasarnya terdapat cekungan berukuran 0,4 x 0,4 m yang dalamnya 7 m.
Di antara sisa-sisa bangunan candi, ditemukan juga arca (tahun 1800-an) dengan posisi sedang
bersila di atas padmasanaganda.
Kaki kiri menyilang datar yang alasnya menghadap ke sebelah dalam paha kanan.
Kaki kanan menghadap ke bawah beralaskan lapik. Di depan kaki kiri terdapat
kepala sapi (nandi) yang telinganya
mengarah ke depan. Dengan adanya kepala nandi ini, para ahli menganggap bahwa
ini adalah arca Siwa.
Kedua tangannya menengadah di atas paha. Pada tubuhnya terdapat penghias perut,
penghias dada dan penghias telinga.
Keadaan arca ini sudah rusak, wajahnya datar, bagian tangan
hingga kedua pergelangannya telah hilang. Lebar wajah 8 cm, lebar pundak 18 cm,
lebar pinggang 9 cm, padmasana 38 cm (tingginya 14 cm), lapik 37 cm & 45 cm
(tinggi 6 cm dan 19 cm), tinggi 41 cm.
Candi Cangkuang sebagaimana terlihat sekarang ini, sesungguhnya
adalah hasil rekayasa rekonstruksi, sebab bangunan aslinya hanyalah 40%-an.
Oleh sebab itu, bentuk bangunan Candi Cangkuang yang sebenarnya belumlah
diketahui.
0 comments:
Post a Comment