1.BABANCONG
Barangkali
tidak banyak orang yang memperhatikan terhadap tempat atau bangunan serta
kuliner sekalipun yang memang sudah berusia cukup lama mencapai puluhan tahun
betah tinggal di Kota Garut, mempertahankan ciri khasnya. Tempat tempat
lama ini, mungkin menjadi kenangan bagi warga Garut yang sudah berada di
perantauan begitu lama serta sesekali berkunjung ke kampung halamannya di Garut
menjadikan sebuah tempat kunjungan khusus yang penuh memori.
Misal,
bangunan monumental Babancong, kono hanya tinggal dua di Jawa Barat ini, yaitu
Garut dan Pandeglang. Bangunan peninggalan sejarah itu di Garut tetap
berdiri menghadap lapang Otista dan kerap dipakai dalam satu upacara kenegaraan
oleh Pemerintah daerah setempat.
Kemudian,
rumah penjara yang berada pas di bagian Timur Babancong, juga sama bangunan
tempat menampung orang jahat tersebut dibangun oleh pemerintahan colonial
Belanda puluhan tahun lalu mungkin sudah mencapai satu abad usianya. Walau bangunan
ini bagian depannya sudah tidak utuh lagi karena direnovasi oleh
Departemen Kehakiman, saat itu disesuaikan dengan kebutuhan. Tetapi
sebagian besar masih asli.
Gedung
bioskop “ Odeon “, yang sejak puluhan tahun lalu diubah namanya menjadi
Cikuray, sama merupakan bangunan lama yang peruntukannya tidak berubah yaitu
gedung bioskop tempo doeloe, ketika film masih bisu. Konon berdasarkan
ceritera orang tua, di gedung bioskop ini, seniman seniman local yang
biasa bermain musik tersalurkan serta menjadi hajat hidup mereka sehari
hari. Karena, film bisu hanya diiringi oleh musik secara “ live “ yang
dibawakan oleh para seniman lokal itu. Sudah barang tentu, lagu serta iramanya
harus disesuaikan dengan alur ceritera. Sementara kini keadaan gedung bioskop Odeon
itu, beralih fungsi menjadi tempat futsal, billiard serta cape untuk bagian
dalamnya dan luarnya sudah dijadikan took busana. Tetapi secara keseluruhan
kondisi bangunan masih utuh.
Gedung Dinas
Pariwisata, ini juga sama peninggalan jaman dulu, dimana asalnya sebagai tempat
tinggal. Kondisi bangunan ini sama sekali tidak dirubah oleh pemerintah daerah
dibiarkan seperti aslinya. Sedang penambahan bangunan baru dibuat disisi utara
dan belakang. Namun pada prinsipnya gedung bersejarah ini tetap berdiri kokoh
dan masih digunakan.
Tempat
kuliner yang masih bertahan di Garut, diantaranya rumah makan “ Enjon “, yang
kini berganti nama menjadi Wan Sa Min. Rumah makan khas sunda ini telah ada
sejak jaman colonial Belanda, tetapi entah tahun berapa mulai adanya rumah
makan tersebut. Karena kini pemiliknya merupakan generasi penerus yang entah
pula keberapa.
Warung Soto “
Ahri “ yang terletak di sebuah gang di kawasan Jl. Mandalagiri, ini juga sama
sebuah tempat makan yang konon berusianya mencapai 70 tahunan lebih. Kini
pemiliknya merupakan generasi ke dua setelah almarhum H. Ahri meninggal dunia
kini perusahaan tersebut diambil alih oleh puteranya H. Endang. Sajian menu dan
tempat berjualannya pun tetap dipertahankan seperti aslinya, yaitu seperangkat
“ tanggungan “ yang dijadikan sebagai tempat penyajian bahan makanan sayur
jenis soto. Begitu pula tempatnya tidak beranjak dari asal, tetap di gang itu
dengan atap dinaungi oleh kanopi serta tempat duduk untuk para pelanggan
memakai bangku panjang. Sementara, alat alat masaknya pun, tetap memakai
tungku arang kayu dan sama sekali tidak memakai bahan pengawet atau penyedap.
Masih di JL .
Mandalagiri, yaitu tempat belanja yang berlokasi persis di pinggiran jalan rek
kereta api, yaitu pasar “ dalekdok “. Entah apa namanya disebut dalekdok.
Mungkin jalur jalan kecil yang dipakai tempat jualan itu tidak rata karena
berbatuan sehinga berjalan tidak bisa nyaman sebab banyak sandungannya. Namun
keberadaan pasar tempat membeli sayuran dan kebutuhan dapur ini, sudah lama mungkin
usianya mencapai 80 tahunan lebih.
Pasar
Dalekdok, walaupun berada di pusat kota, tetapi tetap tidak berubah baik kios
tempat jualannya, maupun barang yang dijajakannya masih sayuran dan kebutuhan
dapur. Begitu jalannya tetap sempit dan tidak diplester layaknya seperti gang
gang di perkampungan. Pasar dalekdok, tetap begitu dan becek disaat
hujan.
2.PRASASTI CIARUTEUN
Penemuan Prasasti
Ciaruteun pertama kali dilaporkan oleh pemimpin Bataaviasch Genootschap van
Kunsten en Weten-schappen (sekarang Museum Nasional) pada tahun 1863. Lokasi
ditemukannya Prasasti Ciaruteun ini merupakan suatu bukit yang diapit oleh tiga
sungai: Sungai Cisadane, Sungai Cianten, dan Sungai Ciaruteun.
Prasasti Ciaruteun
sekarang berada di desa Ciaruteun Hilir, kecamatan Cibungbulang, Kabupaten
Bogor. Tersimpan dibawah sebuah naungan yang dibuat oleh Direktorat
Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1981. Rupanya akibat banjir besar pada
tahun 1893 batu prasasti ini ikut terhanyut beberapa meter ke hilir
dan celakanya bagian yang bertulisan posisinya berada di bawah. Tahun 1903
prasasti ini berhasil dipindahkan lagi ke tempatnya semula. Lalu pada tahun
1981 agar tidak terulang lagi terseret banjir Prasati Ciaruten ditempatkan di
lokasinya sekarang.
Prasasti Ciaruteun
berupa batu gelondong besar berukuran variasi panjang lebar tinggi sekitar 150
cm. Beratnya mencapai 8 ton. Batu Prasasti Ciaruteun bergores aksara Pallawa
yang disusun dalam bentuk seloka bahasa Sansekerta dengan metrum Anustubh yang
teridiri dari empat baris; bunyinya:
vikkrantasyavanipateh shrimatah
purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam
4.ARCA ROROJONGGRANG
Menurut legenda, Roro Jonggrang adalah puteri dari Raja
Boko yang berkuasa di daerah Prambanan. Kecantikan dan keanggunan Roro
Jonggrang membuat seorang pria dari daerah Pengging yang bernama Bandung
Bondowoso ingin memperistrinya. Tapi sebenarnya, Roro Jonggrang tidak mencintai
Bandung Bondowoso. Sebagai strategi menolak pinangan tersebut, Roro Jonggrang
mengeluarkan syarat agar dibuatkan 1000 candi dalam waktu satu malam. Bandung
Bondowoso pun menyanggupinya.
Sebelum melaksanakan pekerjaannya, dia bersemedi untuk mendapat kekuatan dan bantuan dari para jin. Menjelang petang, pembangunan seribu candi mulai dilaksanakan, dan menjelang matahari terbit, pembangunan itu hampir selesai. Melihat hal ini, Roro Jonggrang pun cemas, dan berusaha mencegah kerja tersebut. Roro Jonggrang kemudian memanggil semua putri desa untuk membakar jerami dan memukul lesung (alat penumbuk padi tradisional di Jawa), supaya terkesan hari menjelang fajar. Jin-jin yang melihat hari telah menjelang fajar mulai meninggalkan pekerjaannya. Setelah dihitung, ternyata pekerjaan yang tersisa hanyalah sebuah
Sebelum melaksanakan pekerjaannya, dia bersemedi untuk mendapat kekuatan dan bantuan dari para jin. Menjelang petang, pembangunan seribu candi mulai dilaksanakan, dan menjelang matahari terbit, pembangunan itu hampir selesai. Melihat hal ini, Roro Jonggrang pun cemas, dan berusaha mencegah kerja tersebut. Roro Jonggrang kemudian memanggil semua putri desa untuk membakar jerami dan memukul lesung (alat penumbuk padi tradisional di Jawa), supaya terkesan hari menjelang fajar. Jin-jin yang melihat hari telah menjelang fajar mulai meninggalkan pekerjaannya. Setelah dihitung, ternyata pekerjaan yang tersisa hanyalah sebuah
5. Makam Godog
Makam godog adalah
makam yang terletak di lereng Gunung Karacak, tepatnya di Desa Lebak Agung,
Kecamatan Karangpawitan, Garut. Makam ini dipercaya sebagai makam Prabu Kean
Santang, anak Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran. Informasi mengenai
keberadaan makam Godog sebagai makan Kean Santang terdapat dalam beberapa
naskah Sunda lama. Di antaranya Babad Godog, Babad Pasundan, dan Wawacan Prabu
Kean Santang Aji. Dalam naskah-naskah tersebut diceritakan bahwa Kean Santang
adalah putra Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran. Setelah memeluk Islam di
Mekah,
0 comments:
Post a Comment